Wanita itu adalah ibu adalah roman mutakhir Indonesia yang bernilai sastra tinggi. Roman ini adalah salah satu karya dari Sori Siregar. Dan telah mendapat hadiah Perangsang Kreasi Mengarang Roman oleh Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1978. Roman ini diterbitkan pertama kalinya pada tahun 1982 oleh Penerbit Sinar Harapan.
Tema cerita : kesucian cinta
Setting Cerita : Di kota Metropolitan
Tokoh- tokoh dan watak :
Hezan : Seorang laki- laki duda yang baru saja ditinggal pergi oleh istrinya karena meninggal dunia. Dia berusaha keras untuk mempertahankan kesucian cintanya. Namun, akibat dari dorongan nafsu biologisnya dan tekanan batin. Dia pun menjadi lelaki yang masuk dalam kemunafikan
Prapti : Anak kandung Hezan yang sangat mencintai kedua orang tuanya itu.
Tonton : Suami Prapti, seorang pemuda yang baik.
Nuning: Seorang perempuan berbudi baik yang kemudian mampu mengubah pikiran lama Hezan tentang menjaga kesucian cinta.
Cintanya yang besar kepada Laura, istrinya membuat Hezan begitu amat menyayangi dan mengasihinya. Sehingga ketika wanita itu meninggal dunia, Hezan pun begitu amat kehilangan. Dia pun memutuskan untuk tidak menikah lagi dengan wanita lain. Dia lebih baik hidup menduda dan mengasuh anak perempuannya yang bernama Prapti, daripada menjadi seorang penghianat.
Bertahun- tahun hanya ada kesepian, kesedihan dan kesendirian yang dirasakan Hezan. Dorongan nafsu birahinya sebagai layaknya laki- laki normal, sudah tidak sabar untuk menunggu. Dia sangat gelisah. Namun, kegelisahan itu ditutup- tutupi di hadapan Prapti.Walaupun sebenarnya, Prapti telah mengetahui apa yang sedang diinginkan oleh ayahnya.
Puncak kesepiannya itu, muncul ketika Prapti menikah dengan Tonton. Dia merasa kalau dirinya telah sendiri dan tak punya siapa- siapa lagi, sebab Prapti anak yang paling dicintainya sudah dimiliki oleh Orang lain. Meskipun berat, kenyataan ini harus ia terima sebab bagaimanapun Prapti sebagai seorang perempuan yang sudah cukup umur haruslah menikah dengan pilihannya.
Kini, kegelisahannya selalu ia pendam jika sedang merasa sendiri dan kesepian. Hezan sering berdialog dengan Laura, istrinya yang telah meninggal dunia seakan-akan dia melaporkan apa yang sedang terjadi dalam dirinya yang kesulitan. Saran – saran yang hampir tiap saat muncul dari batinnya agar dia secepatnya menikah lagi, selalu dia tolak. Karena, dia tidak ingin menyakiti Prapti dan tidak ingin menghianati cintanya pada Laura.
Laki- laki normal yang sudah demikian lama ditinggalkan istrinya, merasa sepi. Hinga, lama kelamaan tekadnya sudah bulat dalam kemurnian cintanya pada Almarhumah Laura yang hanya melekat di bibir dan dalam batin serta berlaku di rumah saja. Lain halnya di luar rumah, sungguh sangat terbalik dengan apa yang dikatakannya. Dia sering main dengan wanita murahan. Namun di rumah tepatnya di depan anaknya, dia berlagak sebagai seorang ayah yang soleh. Dia memang tidak menikah, namun sering mencari perempuan murahan guna memenuhi kebutuhan biologisnya. Dia masuk ke dalam lingkaran dualisme, lingkaran kemunafikan yang membingungkan.
Petualangan cintanya berakhir, ketika muncul seorang wanita setengah baya yang mirip dengan Almarhumah Laura, yaitu Nuning. Hezan jatuh cinta kepada wanita ini, begitu pun sebaliknya. Cinta Hezan makin lama, makin besar. Masalahnya, di samping dalam diri Nuning. Hezan melihat ada kesamaan- kesamaan dengan sifat istrinya yang keibuan. Si Nuning sendiri pun mampu menguasai Hezan. Dia begitu dewasa menangani Hezan. Nuning suka memberikan saran kepada Hezan dengan begitu lembut.
Akhirnya, keduanya menikah secara resmi. Nuning pun resmi menjadi ibu tiri dari Prapti. Sama seperti ayahnya, Prapti juga merasa melihat seperti ibu kandungnya sendiri. Sehingga, Prapti tidak merasa keberatan untuk menerima Nuning sebagai ibu tirinya. Mereka pun hidup bahagia.
0 komentar:
Posting Komentar